I. Persiapan Untuk Pengkajian Fisik
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik, harus
dilakukan beberapa persiapan diantaranya
:
a.
Persiapan lingkungan yang memungkinkan anak merasa aman
dan tidak menimbulkan katakutan.
b.
Persiapan peralatan penting untuk memastikan apakah
semua peralatan yang dibutuhkan sudah tersedia. Adapun peralatan yang digunakan
untuk pemeriksaan fisik yaitu :
1. Meteran
2. Pen light
3. Mistar
4. Pilinan kapas
5. Kapas
6. Bau-bauan seperti coklat dan mantega
7. Spekulum hidung
8. Kapas lidi
9. Air gula, aair garam dan kina
10. Sarung tangan
11. Garputala
12.
Timbangan untuk tinggi badan dan berat badan
13. Steteskop
14. Spignomonometer
15.
Tirai
c.
Persiapan pasien
:
1. Membina hubungan saling percaya dengan anak dan
keluarga.
2.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
II. Pedoman Untuk Pengkajian Fisik.
a. Bayi (umur 1 – 18 bulan)
1.
Dekati bayi dengan tenang dan lemah lembut.
2.
Buka semua baju, kecuali popok pada anak laki-laki.
3.
Biarkan bayi digendong oleh ibunya selama pemeriksaan
masih mungkin dilakukan.
4.
Alihkan perhatian bayi dengan permainan yang menyolok,
permainan ciluk-ba, dan berbicara.
5.
Ubah urutan pengkajian sesuai dengan tingkat aktivitas
bayi. Bila bayi diam, hitung nadi dan frekwensi pernapasan dan dilakukan
auskultasi paru-paru, jantung dan abdomen pada awal pemeriksaan.
6.
Ukur suhu rectal dan dilakukan pemeriksaan instrusif
lain (kerongkongan, telinga) pada akhir pemeriksaan.
7.
Orang tua dapat membantu dalam pengakajian telinga dan
mulut.
b. Anak Usia Prasekolah (3 – 6 tahun)
1.
Berikan anak tetap dekat dengan orang tuanya.
2.
Biarkan anak memegang peralatan. Demonstrasi tentang
peralatan adalah bermanfaat:”kamu
dapat mendengar denyut jantungmu sendiri”.
3.
Buka baju anak seminimal mungkin dan biarkan anak
membuka bajunya sendiri. Kelompok
umur ini sangat pemalu.
4.
Gunakan permainan untuk mencapai kerjasama:”Mari kita
lihat seberapa jauh kamu dapat menjulurkan lidahmu”.
c. Ramaja (12 tahun atau lebih)
1.
Berikan remaja pilihan seperti apakah orang tua perlu
hadir.
2.
Biarkan remaja untuk membuka bajunay di ruang ganti.
3.
Berikan waktu pada remaja unutk memperoleh
ketenangannya kembali sebelum
pemeriksaan dimulai.
4.
Jelaskan tujuan pengkajian dan peralatan.
5.
Tegaskan kenormalan perkembangan.
6.
Berikan umpan balik tentang temuan pengkajian, jika
mungkin. Jika dalam keraguan seperti apakah membagi informasi tertentu adalah
cocok, tanyakan kepada perawat yang telah berpengalaman.
III. Pemeriksaan
Fisik
a.
Kepala :
1. Kepala simetris kiri dan kanan.
2.
Bentu kepala makrosefali atau mikrosefali.
Tulang tengkorak :
Ø
Anencefali : tidak ada tulang tengkorak.
Ø
Encefalokel : tidak mempunyai fontanel
occipital.
Ø
Fontanel anterior menutup : 18 bulan.
Ø
Fontanel posterior menurun : 2 bulan.
3.
Caput succedeneum : berisi serosa, muncul 24 jam I dan
hilang dalam 2 hari serta ukurannya lebih besar dari cephalhematoma.
4.
Cephalhematoma : berisi darah, muncul 24 – 48 jam dan
hilang 2 – 3 minggu.
5.
Distribusi rambut dan warna : jika
rambut berwarna kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi adanya gangguan
nutrisi.
6.
Ukuran lingkar kepala : 33 – 35 cm atau < 49 cm dan
diukur dari atas alis kebagian occipital yang paling runcing.
- Muka :
1.
Lakukan observasi pada saat klien diam, tertawa,
meringis, bersiul dan menutup mata.
2.
Pasien diminta mengerutkan dahi, kemudian menutup mata
kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata yang tetap
terbuka.
3.
Pasien diminta menggembungkan pipi seperti meniup balon
sambil pemeriksa menahan kedua kelopak mata untuk menentukan apakah udara dapat
lolos lewat salah satu sudut mulut. Normal bila muka simetris dalam semua
gerakan.
4.
Tes sensibilatas kulit wajah : dengan cara menyentuhak
air hangat dan air dingin pada pipi, dan menyebutkan apa yang dirasakan.
- Mata :
1.
Simetris kiri dan kanan.
2.
Alis tumbuh pada usia 2 – 3 bulan
3.
Bulu mata sudah ada
4.
Kelopak mata :
Ø Edema
Ø Ptosis
: celah kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas jatuh.
Ø Enoftalmus
: celah kelopak mata menyempit karena kelopak atas turun dan kelopak bawah
naik.
Ø Exoptalmus
: pelebaran celah kelopak karena kelopak mata atas dan bawah tertari ke
belakang.
5. 5. Pergerakan
bola mata keenam arah utama yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial bawah, ke atas dan ke
bawah.
6. Refleks
Kornea (N.V)
Ø
Tutup mata yang satu dengan penutup.
Ø
Minta klien untuk melirik ke arah lateral
superior (mata yang tidak diperiksa).
Ø
Sentuhan pilinan kapas pada kornea.
Ø
Respon refleks berupa kedipan kedua mata secara
cepat.
7. Refleks cahaya ada pada umur 2 bulan
Ø Pen
light dinyalakan mulai dari samping.
Ø Cahaya
diarahkan pada salah satu pupil maka ada reaksi miosis.
Ø Pupil
isokor kiri dan kanan.
8.
Sklera : hiperbilirubinemia, konjungtiva
: anemis
9.
Ketajaman penglihatan dengan menggunakan snellen chard
(N II).
10. Pemeriksaan
lapang pandang (N.II) : test konfrontasi.
Ø
Sebagai objek mempergunakan jari.
Ø
Pemeriksan dan klien duduk berhadapan, mata yang
akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa, biasanya yang berlawanan, mata
kiri dan mata kanan pada garis ketinggian yang sama.
Ø
Jarak antara keduanya berkisar antara 60 – 100
cm. Mata yang lain ditutup. Objek digerakan oleh pemeriksa mulai di samping
telinga klien, apabila sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka secara normal
objek tersebut dapat dilihat oleh klien.
11. Lipatan
epikantus :
Ø Taruh
mistar pada medial telinga dan mistar yang satu taruh ke arah puncak pinna.
Sudut yang terbentuk < 10o dan puncak pinna sejajar dengan
epikantus. Jika sudut yang terbentuk > 10o dan epikantus lebih
tinggi dari puncak pinna, diduga down syndrome.
12. Glabella
Refleks : mengetuk dahi diantar kedua mata, hasil positif bila tiap ketukan mengakibatkan kedua mata klien
berkedip.
13. Doll Eye
Refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut tapi hanya terfiksasi pada satu
focus.
- Hidung :
1.
Posisi hidung apakah simetris kiri dan kanan.
2.
Perhatikan jembatan hidung, jika tidak ada diduga down
syndrome.
3.
Cuping hidung masih keras.
4.
Pasase udara :
gunakan kapas dan letakan didapan lubang hidung, apabila bulu kapas ,
apabila bulu kapas bergerak berarti bayi
bernapas dengan normal.
5.
Gunakan speculum hidung untuk melihat pembuluh darah
mukosa, secret, polip atau deviasi septum.
6.
Fungsi penciuman
:
Ø
Tutup mata pasien.
Ø
Tutup salah satru lubang hidung.
Ø
Berikan bau-bauan pada pasien dan diminta untuk
menyebutkan bau apa.
Ø
Tiap hidung diuji terpisah (sebaiknya gunakan
bau-bauan yang berbeda dan dikenal oleh anak).
d.
Bibir :
1.
Bibir kering atau pecah-pecah.
2.
Periksa labioschisis
3.
Taruh jari diatas lidah pasien, hasil positif bila
pasien menghisap (sucking refleks).
4.
Tekan pangkal lidah, haasil positif bila ada refleks
muntah (gag refleks).
5.
Perhatikan ovula apakah simetris dan ovula akan naik
bila anak menangis.
6.
Perhatikan gigi dan gusi : perdarahan atau
pembengkakan.
7.
Rooting refleks
: bayi akan mencari benda yang
diletakan disekitar mulutnya dan kemudian akan menghisapnya.
8.
Test rasa kecap (N.VII) : tetesi bagian 2/3 anterior
lidah dengan rasa manis, asin, dan pahit kemudian menentukan zat apa yang
dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah untuk pemeriksaan N.IX.
9.
N.Vagus :
menyuruh pasien untuk berkata “aaah”, pada keadaan normal menyebabkan ovula
terangkat dan tetap berada di median.
10. N.Hipoglossus
: menyuruh klien untuk menjulurkan lidah lurus-lurus kemudian menarik dan
menjulurkan dengan cepat, klien kemudian disuruh menggerakan lidahnya ke kiri
dan ke kanan dengan cepat kemudian menekankan pada pipi kiri dan kanan,
sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan
kekuatan lidah tadi.
e.
Telinga
1.
Simatris kiri dan kanan.
2.
Daun telinga dilipat dan lama baru kembali ke posisi
semula menunjukan tulang rawan masih lunak.
3.
Canalis audiotorius ditarik kebawah kemudian kebelakang
untuk melihat serumen atau cairan amnion.
4.
Test sensorik : mendengarkan suara garputala yang
digetarkan atau suara bisikan.
5.
Starter refleks : tepuk tangan dekat
telinga maka mata akan berkedip.
f.
Leher
1.
Lipatan leher 2 – 3 kali lebih pendek dari orang
dewasa.
2.
Periksa arteri karotis.
3.
Periksa vena jugularis.
Ø
Posisi klien semi fowler 45o dan
dimiringkan.
Ø
Tekan daerah kroikodeus maka akan tampak adanya
vena.
Ø
Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena
tersebut, kemudian tarik garis imajiner untuk menentukan panjangnya.
Ø
Nilai normalnya 10 – 12 cm.
4.
Raba tiroid : daerah tiroid ditekan dan klien disuruh
menelan, apakah ada pembesaran.
5.
Tonik Neck Refleks : kedua tangan ditarik dan
kepala refleks mengimbangi.
6.
Neck Righting Refleks :
posisi terlentang, kemudian tangan ditarik ke belakang, pertama badan
akan ikut tertarik diikuti dengan kepala.
7.
Kaku kuduk : klien tanpa bantal, lakukan fleksi leher
(mendekatkan dagu ke sternum),
mengalami tahanan karena nyeri yang timbul.
8.
Brudzinski I : bila pada saat fleksi leher
terjadi juga fleksi pada kedua lutut.
g.
Dada
1.
Bentuk Barell anterior posterior dan transfersal hampir
sama 1 : 1 dan dewasa 1 : 2.
2.
Pada infant normalnya barell chest.
3.
Taktil fremitus : dilakukan dengan cara menempelkan
tangan pada daerah punggung dan menyuruh klien menyebut “ enam-enam” sedangkan
pada vokal premitus dengan cara yang sama tapi menggunakan steteskop.
4.
Suara tracheal : pada daerah trachea, proses pasase
udara, intensitas tinggi ICS II.
5.
Suara bronchial : pada percobaan bronkus, pada saat
udara masuk intensitas keras, pada ICS IV – V.
6.
Suara bronkopesikuler : pada bronkus sebelum alveolus,
intensitas sedang, ICS V.
7.
Suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru,
intensitas rendah.
8.
Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan ralest
pada saat ekspirasi.
9.
Apeks pada ICS IV – V midklavikula, S1 dan S2
dan pada katup S1 dan S2.
10. Pada
bayi S3, S4 dan bising aorta masih fisiologis.
h.
Punggung
1.
Pemeriksaan N.XI
2.
Spina bivida okulta : ada lekukan pada lumbosakral,
tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.
3.
Spina bivida sistika : dengan herniasi, meningokel
(berisi cairan serebrospinal dan meningen) dan mielomeningokel (meningen + CSF
+ saraf spinal).
4.
Rib hum dan flank : dalam posisi bungkuk, jika tulang
belakang rata atau simetris (scoliosis
postural) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi sebelah dan vertebra
bengkok (skolisosis structural) skoliometer > 40o .
i.
Tangan
1.
Jumlah jari-jari > 5 (polidaktili), jari-jari
bersatu (sindaktili).
2.
Anak : kuku dikebawakan dan tidak patah, kalau patah
diduga kelainan nutrisi.
3.
Ujung jari halus.
4.
Kuku Clubing finger < 180o, diduga
kelainan system pernafasan.
5.
Grasping Refleks : meletakan jari pada
tangan bayi maka refleks menggenggam.
6.
Palmar refleks : tekan telapak tangan, akan mengenggam
atau simpan bola maka akan menggenggam.
7.
Monitor Vital Sign
8.
R O M
j.
Abdomen
1.
Tali pusat 2 arteri, 1 vena.
2.
Observasi adanya pembengkakan atau perdarahan.
3.
Terdengar bising usus.
4.
Peristaltik usus.
5.
Hati teraba 1- 2 cm di bawah costa.
6.
ada distensi atau tidak : di duga atresia ani atau
hirscprung.
k.
Pelvis
1.
CDH : test gluteal, lipatan paha simetris/
tidak.
2.
Ortholani test : lutut di tekuk sama tinggi atau
tidak.
3.
Barlow test : Tekuk kedua lutut dan regangkan
kesamping, ada bunyi klik.
4.
Trendelenburg test : berdiri angkat satu kaki,
lihat posisi pelvis simetris/tidak.
5.
Waddling test jalan seperti bebek.
6.
Thomas test : lutut kanan di tekuk dan
dirapatkan kedada, sakit dan lutut kiri akan terangkat.
l.
Lutut
1. Ballotement
patella : tekanan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi klik jika ada cairan diantaranya.
2. Mengurut kantong supra patella ke bawah akan
timbul tonjolan pada kedua sisi tibia
jika ada cairan, di duga arthritis.
3. Refleks patella .
m.
Kaki
1.
Lipatan kaki, apakah 1/3, 2/3 bagianatau seluruh
telapak kaki.
2.
Talipes : kaki bengkok kedalam (congenital)
3.
Clubfoot : Otot-otot kaki tidak sama panjang,
kaki jatuh kedepan.
4.
Babinski.
5.
Stepping Refleks : berusaha menginjak dan
berdiri.
6.
Graps Refleks : Kaki jari menggenggam.
7.
Moro Refleks : kaget dan semua persendian fleksi, jika flaccid, kemungkinan ada cerebral palsy.