Selasa, 26 Oktober 2010

PENGKAJIAN FISIK
I. Persiapan Untuk Pengkajian Fisik
   Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik, harus dilakukan beberapa persiapan diantaranya  :
a.       Persiapan lingkungan yang memungkinkan anak merasa aman dan tidak menimbulkan katakutan.
b.      Persiapan peralatan penting untuk memastikan apakah semua peralatan yang dibutuhkan sudah tersedia. Adapun peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan fisik yaitu :
1.   Meteran
2.   Pen light
3.   Mistar
4.   Pilinan kapas
5.   Kapas
6.   Bau-bauan seperti coklat dan mantega
7.   Spekulum hidung
8.   Kapas lidi
9.   Air gula, aair garam dan kina
10. Sarung tangan
11. Garputala
12.  Timbangan untuk tinggi badan dan berat badan
13.   Steteskop
14.   Spignomonometer
15.   Tirai
c.       Persiapan pasien  :
1.   Membina hubungan saling percaya dengan anak dan keluarga.
2.   Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
II. Pedoman Untuk Pengkajian Fisik.
a.       Bayi (umur 1 – 18 bulan)
1.      Dekati bayi dengan tenang dan lemah lembut.
2.      Buka semua baju, kecuali popok pada anak laki-laki.
3.      Biarkan bayi digendong oleh ibunya selama pemeriksaan masih mungkin dilakukan.
4.      Alihkan perhatian bayi dengan permainan yang menyolok, permainan    ciluk-ba, dan berbicara.
5.      Ubah urutan pengkajian sesuai dengan tingkat aktivitas bayi. Bila bayi diam, hitung nadi dan frekwensi pernapasan dan dilakukan auskultasi paru-paru, jantung dan abdomen pada awal pemeriksaan.
6.      Ukur suhu rectal dan dilakukan pemeriksaan instrusif lain (kerongkongan, telinga) pada akhir pemeriksaan.
7.      Orang tua dapat membantu dalam pengakajian telinga dan mulut.
b. Anak Usia Prasekolah (3 – 6 tahun)
1.      Berikan anak tetap dekat dengan orang tuanya.
2.      Biarkan anak memegang peralatan. Demonstrasi tentang peralatan adalah     bermanfaat:”kamu dapat mendengar denyut jantungmu sendiri”.
3.      Buka baju anak seminimal mungkin dan biarkan anak membuka bajunya     sendiri. Kelompok umur ini sangat pemalu.    
4.      Gunakan permainan untuk mencapai kerjasama:”Mari kita lihat seberapa jauh kamu dapat menjulurkan lidahmu”.
c.  Ramaja (12 tahun atau lebih)
1.      Berikan remaja pilihan seperti apakah orang tua perlu hadir.
2.      Biarkan remaja untuk membuka bajunay di ruang ganti.
3.      Berikan waktu pada remaja unutk memperoleh ketenangannya         kembali sebelum pemeriksaan dimulai.
4.      Jelaskan tujuan pengkajian dan peralatan.
5.      Tegaskan kenormalan perkembangan.
6.      Berikan umpan balik tentang temuan pengkajian, jika mungkin. Jika dalam keraguan seperti apakah membagi informasi tertentu adalah cocok, tanyakan kepada perawat yang telah berpengalaman.

III. Pemeriksaan Fisik
a.       Kepala  :
1. Kepala simetris kiri dan kanan.
2.    Bentu kepala makrosefali atau mikrosefali.
Tulang tengkorak  :
Ø     Anencefali : tidak ada tulang tengkorak.
Ø     Encefalokel : tidak mempunyai fontanel occipital.
Ø     Fontanel anterior menutup : 18 bulan.
Ø     Fontanel posterior menurun : 2 bulan.
3.      Caput succedeneum : berisi serosa, muncul 24 jam I dan hilang dalam 2 hari serta ukurannya lebih besar dari cephalhematoma.
4.      Cephalhematoma : berisi darah, muncul 24 – 48 jam dan hilang 2 – 3 minggu.
5.      Distribusi rambut dan warna  :  jika rambut berwarna kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi adanya gangguan nutrisi.
6.      Ukuran lingkar kepala : 33 – 35 cm atau < 49 cm dan diukur dari atas alis kebagian occipital yang paling runcing.
  1.  Muka :                                      
1.      Lakukan observasi pada saat klien diam, tertawa, meringis, bersiul dan menutup mata.
2.      Pasien diminta mengerutkan dahi, kemudian menutup mata kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata yang tetap terbuka.
3.      Pasien diminta menggembungkan pipi seperti meniup balon sambil pemeriksa menahan kedua kelopak mata untuk menentukan apakah udara dapat lolos lewat salah satu sudut mulut. Normal bila muka simetris dalam semua gerakan.
4.      Tes sensibilatas kulit wajah : dengan cara menyentuhak air hangat dan air dingin pada pipi, dan menyebutkan apa yang dirasakan.
  1. Mata  :
1.      Simetris kiri dan kanan.
2.      Alis tumbuh pada usia 2 – 3 bulan
3.      Bulu mata sudah ada
4.      Kelopak mata :
Ø  Edema
Ø  Ptosis : celah kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas jatuh.
Ø  Enoftalmus : celah kelopak mata menyempit karena kelopak atas turun dan kelopak bawah naik.
Ø  Exoptalmus : pelebaran celah kelopak karena kelopak mata atas dan bawah tertari ke belakang.
5.                                5.  Pergerakan bola mata keenam arah utama yaitu lateral, medial, lateral atas,   medial atas, medial bawah, ke atas dan ke bawah.  
                                      6.  Refleks Kornea (N.V)
Ø  Tutup mata yang satu dengan penutup.
Ø  Minta klien untuk melirik ke arah lateral superior (mata yang tidak diperiksa).
Ø  Sentuhan pilinan kapas pada kornea.
Ø  Respon refleks berupa kedipan kedua mata secara cepat.
7.    Refleks cahaya ada pada umur 2 bulan
Ø  Pen light dinyalakan mulai dari samping.
Ø  Cahaya diarahkan pada salah satu pupil maka ada reaksi miosis.
Ø  Pupil isokor kiri dan kanan.
8.      Sklera : hiperbilirubinemia, konjungtiva : anemis
9.      Ketajaman penglihatan dengan menggunakan snellen chard (N II).
10.  Pemeriksaan lapang pandang (N.II) : test konfrontasi.
Ø  Sebagai objek mempergunakan jari.
Ø  Pemeriksan dan klien duduk berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa, biasanya yang berlawanan, mata kiri dan mata kanan pada garis ketinggian yang sama.
Ø  Jarak antara keduanya berkisar antara 60 – 100 cm. Mata yang lain ditutup. Objek digerakan oleh pemeriksa mulai di samping telinga klien, apabila sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka secara normal objek tersebut dapat dilihat oleh klien.
11.  Lipatan epikantus :
Ø  Taruh mistar pada medial telinga dan mistar yang satu taruh ke arah puncak pinna. Sudut yang terbentuk < 10o dan puncak pinna sejajar dengan epikantus. Jika sudut yang terbentuk > 10o dan epikantus lebih tinggi dari puncak pinna, diduga down syndrome.
12.  Glabella Refleks : mengetuk dahi diantar kedua mata, hasil positif bila tiap  ketukan mengakibatkan kedua mata klien berkedip.
13.  Doll Eye Refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut tapi hanya terfiksasi pada satu focus.          
  1. Hidung  :
1.      Posisi hidung apakah simetris kiri dan kanan.
2.      Perhatikan jembatan hidung, jika tidak ada diduga down syndrome.
3.      Cuping hidung masih keras.
4.      Pasase udara :  gunakan kapas dan letakan didapan lubang hidung, apabila bulu kapas , apabila bulu kapas  bergerak berarti bayi bernapas dengan normal.
5.      Gunakan speculum hidung untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret, polip atau deviasi septum.

6.      Fungsi penciuman  :
Ø  Tutup mata pasien.
Ø  Tutup salah satru lubang hidung.
Ø  Berikan bau-bauan pada pasien dan diminta untuk menyebutkan bau apa.
Ø  Tiap hidung diuji terpisah (sebaiknya gunakan bau-bauan yang berbeda dan dikenal oleh anak).
d.      Bibir  :
1.      Bibir kering atau pecah-pecah.
2.      Periksa labioschisis
3.      Taruh jari diatas lidah pasien, hasil positif bila pasien menghisap (sucking refleks).
4.      Tekan pangkal lidah, haasil positif bila ada refleks muntah (gag refleks).
5.      Perhatikan ovula apakah simetris dan ovula akan naik bila anak menangis.
6.      Perhatikan gigi dan gusi : perdarahan atau pembengkakan.
7.      Rooting refleks  :  bayi akan mencari benda yang diletakan disekitar mulutnya dan kemudian akan menghisapnya.
8.      Test rasa kecap (N.VII) : tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa manis, asin, dan pahit kemudian menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah untuk pemeriksaan N.IX.
9.      N.Vagus  : menyuruh pasien untuk berkata “aaah”, pada keadaan normal menyebabkan ovula terangkat dan tetap berada di median.
10.  N.Hipoglossus : menyuruh klien untuk menjulurkan lidah lurus-lurus kemudian menarik dan menjulurkan dengan cepat, klien kemudian disuruh menggerakan lidahnya ke kiri dan ke kanan dengan cepat kemudian menekankan pada pipi kiri dan kanan, sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatan lidah tadi.
e.       Telinga
1.      Simatris kiri dan kanan.
2.      Daun telinga dilipat dan lama baru kembali ke posisi semula menunjukan tulang rawan masih lunak.
3.      Canalis audiotorius ditarik kebawah kemudian kebelakang untuk melihat serumen atau cairan amnion.
4.      Test sensorik : mendengarkan suara garputala yang digetarkan atau suara bisikan.
5.      Starter refleks : tepuk tangan dekat telinga maka mata akan berkedip.
f.       Leher
1.      Lipatan leher 2 – 3 kali lebih pendek dari orang dewasa.
2.      Periksa arteri karotis.
3.      Periksa vena jugularis.
Ø  Posisi klien semi fowler 45o dan dimiringkan.
Ø  Tekan daerah kroikodeus maka akan tampak adanya vena.
Ø  Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena tersebut, kemudian tarik garis imajiner untuk menentukan panjangnya.
Ø  Nilai normalnya 10 – 12 cm.
4.      Raba tiroid : daerah tiroid ditekan dan klien disuruh menelan,  apakah ada pembesaran.
5.      Tonik Neck Refleks : kedua tangan ditarik dan kepala refleks mengimbangi.
6.      Neck Righting Refleks  :  posisi terlentang, kemudian tangan ditarik ke belakang, pertama badan akan ikut tertarik diikuti dengan kepala.
7.      Kaku kuduk :  klien tanpa bantal, lakukan fleksi leher (mendekatkan dagu    ke sternum), mengalami tahanan karena nyeri yang timbul.
8.      Brudzinski I : bila pada saat fleksi leher terjadi juga fleksi pada kedua lutut.

g.      Dada
1.      Bentuk Barell anterior posterior dan transfersal hampir sama 1 : 1 dan dewasa 1 : 2.
2.      Pada infant normalnya barell chest.
3.      Taktil fremitus : dilakukan dengan cara menempelkan tangan pada daerah punggung dan menyuruh klien menyebut “ enam-enam” sedangkan pada vokal premitus dengan cara yang sama tapi menggunakan steteskop.
4.      Suara tracheal : pada daerah trachea, proses pasase udara, intensitas tinggi ICS II.
5.      Suara bronchial : pada percobaan bronkus, pada saat udara masuk intensitas keras, pada ICS IV – V.
6.      Suara bronkopesikuler : pada bronkus sebelum alveolus, intensitas sedang, ICS V.
7.      Suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah.
8.      Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan ralest pada saat ekspirasi.
9.      Apeks pada ICS IV – V midklavikula, S1 dan S2 dan pada katup S1 dan S2.
10.  Pada bayi S3, S4 dan bising aorta masih fisiologis.
h.      Punggung
1.      Pemeriksaan N.XI
2.      Spina bivida okulta : ada lekukan pada lumbosakral, tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.
3.      Spina bivida sistika : dengan herniasi, meningokel (berisi cairan serebrospinal dan meningen) dan mielomeningokel (meningen + CSF + saraf spinal).
4.      Rib hum dan flank : dalam posisi bungkuk, jika tulang belakang rata  atau simetris (scoliosis postural) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi sebelah dan vertebra bengkok (skolisosis structural) skoliometer > 40o .
i.        Tangan
1.      Jumlah jari-jari > 5 (polidaktili), jari-jari bersatu (sindaktili).
2.      Anak : kuku dikebawakan dan tidak patah, kalau patah diduga kelainan nutrisi.
3.      Ujung jari halus.
4.      Kuku Clubing finger < 180o, diduga kelainan system pernafasan.
5.      Grasping Refleks : meletakan jari pada tangan bayi maka refleks menggenggam.
6.      Palmar refleks : tekan telapak tangan, akan mengenggam atau simpan bola maka akan menggenggam.
7.      Monitor Vital Sign
8.      R O M
j.        Abdomen
1.      Tali pusat 2 arteri, 1 vena.
2.      Observasi adanya pembengkakan atau perdarahan.
3.      Terdengar bising usus.
4.      Peristaltik usus.
5.      Hati teraba 1- 2 cm di bawah costa.
6.      ada distensi atau tidak : di duga atresia ani atau hirscprung.
k.      Pelvis
1.      CDH : test gluteal, lipatan paha simetris/ tidak.
2.      Ortholani test : lutut di tekuk sama tinggi atau tidak.
3.      Barlow test : Tekuk kedua lutut dan regangkan kesamping, ada bunyi klik.
4.      Trendelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis simetris/tidak.
5.      Waddling test jalan seperti bebek.
6.      Thomas test : lutut kanan di tekuk dan dirapatkan kedada, sakit dan lutut kiri akan terangkat.
l.        Lutut
1.  Ballotement patella : tekanan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi   klik jika ada cairan diantaranya.
2. Mengurut kantong supra patella ke bawah akan timbul tonjolan pada kedua   sisi tibia jika ada cairan, di duga arthritis.
3.   Refleks patella .
m.    Kaki
1.      Lipatan kaki, apakah 1/3, 2/3 bagianatau seluruh telapak kaki.
2.      Talipes : kaki bengkok kedalam (congenital)
3.      Clubfoot : Otot-otot kaki tidak sama panjang, kaki jatuh kedepan.
4.      Babinski.
5.      Stepping Refleks : berusaha menginjak dan berdiri.
6.      Graps Refleks : Kaki jari menggenggam.
7.      Moro Refleks : kaget dan semua persendian fleksi, jika  flaccid, kemungkinan ada cerebral palsy.

Senin, 15 Maret 2010

ASKEP DEMAM BERDARAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

2. Etiologi

a. Virus dengue sejenis arbovirus.
b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.

3. Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
4. Tanda dan gejala
a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
5. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1) Rontgen thorax : Efusi pleura.
2) Uji test tourniket (+)
8. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak .
c. Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
e. Anti konvulsi jika terjadi kejang
f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
9. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
g. Selalu ingin tahu alasan tindakan
h. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.
B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).
b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.
c. Kaji riwayat keperawatan.
d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).
2. Diagnosa keperawatan .
Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
3. Intervensi
Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :
a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan :
Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1) Kaji KU dan kondisi pasien
2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )
3) Observasi tanda-tanda dehidrasi
4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus
5) Balance cairan (input dan out put cairan)
6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan
Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari
6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan
Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi
1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering
4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual
5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat
Kriteria hasil
Klien mengerti tentang proses penyakit DHF
1) Kaji tingkat pendidikan klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.
4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya.
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil
Trombosit dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji adanya perdarahan
2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)
3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.
4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien
5) Monitor hasil darah, Trombosit
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Tujuan
Shock hipovolemik dapat teratasi
Kriteria hasil
Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.
Intervensi
1) Observasi tingkat kesadaran klien
2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).
3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)
4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.
4. Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.
Evaluasi :
a. Suhu tubuh dalam batas normal.
b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.
c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
e. Pengetahuan keluarga bertambah.
f. Shock hopovolemik teratasi
Diberdayakan oleh Blogger.

Ners Herman

 
© Grunge Theme Copyright by Ners Herman | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks